Aku menatap malas lembar-lembar pe-er akuntansi di depanku. Geblek nih guru, nggak kira-kira kasih tugasnya. Mana pelajaran sudah mau dimulai lagi.

“Cepetan Tuth! Bengong aja!” Inug di bangku sebelah mendesak, memintaku cepat menyalin pe-er akutansinya. Biasa barter kami urusan pe-er. Dia ngasih aku contekan pe-er Akuntansi dan Matematika. Sebagai balasannya, aku dikasih dia contekan pe-er Fisika dan Biologi. Kesimpulannya, dia dodol, aku jenius. Kekekekeke…!

“Males nih,” ucapku ogah-ogahan. Dengan enggan aku mulai bekerja, menyalin pe-ernya Inug.

“Leong mana Tuth!” Terdengar sapaan dari sebelah kananku. Aku menoleh. Oh, si Budi.

“Kayak nggak tahu dia saja. Ini kan hari Senin,” gerutuku. Leong, teman sebangkuku ini punya kebiasaan buruk baru sejak kelas dua tahun ini dimulai. Dia entah kenapa jadi sering sakit-sakitan. Ijin sakit melulu dia. Tapi penyakitnya mencurigakan itu. Masa dia sakit cuma setiap hari Senin doang. Hari-hari lainnya sehat walafiat, segar bugar plus penuh semangat.

“Oh! Sakit Senin lagi? Kepingin ikut sakit kayak dia juga aku kalau begini,” gerutu Budi sedih seraya duduk di sebelahku. Dan tanpa basa-basi, ia langsung mengeluarkan buku akuntansinya dan mulai menyalin pe-er Inug sepertiku.

“Jam pertama kosong, Teman-teman! Dari kantor tadi aku.” Terdengar suara keras memberi pengumuman dari depan kelas. Si Yoki itu, ketua kelas sekaligus ketua OSIS di sekolahku ini.

“Ki! Bolos yuk!” Seorang teman sekelasku, Rochmat, tiba-tiba mengusulkan, iseng. Dia tipe cowok yang membuat suasana kelas jadi meriah… tukang becanda yang juga sumber ide-ide gila. Bersyukurlah kalau kalian kenal makhluk-makhluk semacam dia ini.

“Boleh. Aku juga belum ngerjain pe-er akuntansi sama matematika ini,” kata Yoki tak disangka-sangka. Weleh! Ketua kelas dodol juga dia ini. Bukannya ngasih contoh yang bener.

“Jalan-jalan yuk! Kemana gitu, bareng satu kelas.” Ibo ikut memberi usul nggak bener.

“Setuju! Yuk! Sekali-sekali bolos nggak apa-apa lah,” tambah Epi, sang sekertaris OSIS. Halah. Nggak bener juga cewek satu ini.

“Gimana Hen? Bolos mau nggak?” Yoki bertanya pada Henny, cewek pendiam yang dianggap paling alim dan paling pintar di kelas kami.

Henny tersenyum lalu tak terduga, mengangguk setuju. Yoki mengalihkan pandangan ke teman-teman sekelasku yang lain yang dianggap alim. Isa, setuju juga. Kribo? Juga mau. Aku? Nggak ding! Aku nggak dianggap alim sama sekali sama mereka sih. Sialan!

“Baik! Kesimpulannya, semua setuju teman-teman. Mari kita bolos bareng-bareng,” Yoki menyimpulkan dengan bersemangat.

“Busyet! Padahal becanda aku tadi.” Rochmat berucap takjub.

“Bentar Ki! Sebelum kita keluar sekolah bareng-bareng, ada baiknya kita berdoa dulu, supaya segala pebuatan kita ini diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Yuk!” Budi mengusulkan, berlagak alim.

“Boleh. Aku pimpin ya? Mari kita berdoa teman-teman.Menurut agama dan kepercayaan masing-masing… Mulai!
Ya Tuhan, kami hamba-hambamu disini hendak melakukan kegiatan… melarikan diri dari sekolah. Bimbinglah dan berkatilah kami Tuhan, supaya apa yang hendak kami lakukan hari ini berhasil dengan selamat dan tidak ada halangan satupun. Amin.”

Berdoa sebelum bolos. Entah ini contoh yang patut diteladani atau contoh yang sebaiknya dibuang jauh-jauh…

Akhirnya, kamipun benar-benar melarikan diri dari sekolah hari itu. Tidak lewat pintu depan yang dijaga satpam, tapi lewat pintu belakang… yang sekalipun digembok ganda, berhasil dibobol oleh teman-temanku yang ternyata punya bakat maling semua. Menyusup keluar lewat pintu belakang yang sempit satu demi satu, akhirnya kami semua berhasil meloloskan diri dari penjara… eh, dari sekolah.

Keesokan paginya… kami semua disidang di pengadilan tertutup dengan tuduhan terorisme. Hehehe… Nggak lah! Tapi kami memang disidang sih, oleh guru-guru di sekolah kami karena tindakan nekat itu. Dihukum! Selain disuruh membuat surat keterangan dari orang tua (yang sebagian besar kami palsukan), juga disuruh membersihkan seluruh sekolah dan… mengecat ulang dinding ruang kelas kami, yang nantinya menimbulkan kehebohan baru. Soalnya, kami dengan pe-denya mengecat ruang kelas dengan warna biru, sementara dinding dan ruangan kelas lain warnanya seragam… kuning krem.

Leave a comment