III.       DI LANGIT BERTABUR BINTANG

Ansirk, pemimpin pesawat Aliansi Aliens

Ansirk 367 menguap dengan malas di ruang komando pribadinya, mengamati tanpa minat planet hijau-biru di layar monitor pesawat tempurnya. Ia ingin pulang ke Planet Sauros. Ia ingin mancerna makanan yang pantas, bukan cuma ransum tak berasa seperti yang ia makan selama ini. Ia ingin bertemu kembali dengan Onteria 221 yang diam-diam ditaksirnya. Ia ingin bisa tidur limabelas jam sehari seperti kebiasaannya dulu. Ia ingin… banyak sekali yang diinginkannya, namun tak mungkin kesampaian, tidak dalam waktu dekat.

Seumur hidupnya Ansirk tampaknya selalu didera kesialan. Kesialan terbesarnya mungkin ketika ia iseng mendaftarkan diri masuk pasukan Sauros, pasukan elit planetnya. Tak ada yang percaya ketika ia diterima masuk, bahkan dirinya sendiri pun tidak. Kecerdasannya dibawah rata-rata, kemampuan fisiknya juga dibawah rata-rata. Keberaniannya? Kalau soal yang ini… tingkatannya… jauh dibawah rata-rata. Ia bahkan sempat dijuluki Saurian paling penakut di Akademi Saurian.

Semua keluarga dan teman Ansirk, juga dirinya sendiri, sangat kaget ketika ia diterima masuk dalam pasukan Sauros dan bahkan ditugaskan menjadi komandan sebuah pesawat penjelajah utama.

Selama beberapa hari Ansirk membusungkan dada dengan bangga dan angkuh. Namun, kebanggaan dan keangkuhan itu cuma bertahan tiga hari saja. Ia ditugaskan mencari sumber daya energi baru di planet lain, dibawah armada perang 300 pesawat utama pimpinan Marxon Vega 009. (Marxon adalah sebutan pangkat bagi jendral besar Planet Sauros)

Sejak saat itulah mimpi buruknya dimulai. Kerja keras, penjelajahan, penyerbuan, penjarahan, dan pertempuran tak berkesudahan mewarnai hari-harinya sejak itu. Hari-hari yang suram bagi Ansirk yang penakut dan pemalas. Tiga galaksi sudah dilewatinya, seratus tujuh planet, baik yang berpenghuni maupun tidak, telah mereka serbu, tapi… sumber daya energi yang dibutuhkan bangsa Sauros belum juga mereka dapatkan. Dan…

TUIIIINGGGGG…! Alarm unik berbunyi keras di ruang komandan pesawat itu, hanya sekali. Ansirk bergerak dengan malas. Sosoknya sama sekali tidak mirip manusia, juga tidak mirip dengan gambaran aliens bangsa manusia. Ia justru memiliki banyak kemiripan dengan kadal, atau malahan dinosaurus yang jenis triceratops.

Kepala Ansirk benar-benar mirip kepala triceratops, kecuali matanya yang bulat besar yang membuatnya kelihatan agak lucu. Badannya justru mirip badak, gemuk kekar, berkaki empat. Ukuran tubuhnya juga tak jauh beda dengan badak dewasa. Bedanya, Ansirk mempunyai ekor kecil panjang seperti ekor monyet. Kulitnya keras kecoklatan, dibalut zirah logam di beberapa tempat.

Sambil berderap enggan ke panggung teleportal, Ansirk menjulurkan lidahnya, yang menjadi terulur sangat panjang seperti lidah bunglon. Lidah itu membelit satu benda kecil di atas meja logam, menariknya, dan menempelkannya ke dahi sang alien. Benda kecil itu adalah lempengan kristal biru tua yang berbentuk koin. Namun, biarpun bentuknya kecil sederhana seperti itu, itu adalah senjata utama bangsa Sauros. Benda itu bisa dikendalikan pikiran dan mampu mengeluarkan sinar laser yang sanggup melelehkan baja.

Begitu sampai di panggung teleportal, Ansirk menjulurkan lidah lagi, menekan sebuah tombol dengan anggota tubuhnya itu, dan…

Cahaya terang menyelimuti tubuh Ansirk. Tubuh alien ini lenyap dari panggung teleportal, berpindah ke pesawat induk, bergabung bersama rekan-rekannya, para pimpinan pesawat tempur utama.

Di pesawat induk…

“Semuanya perhatian! Marxon Vega 009 memberikan perintah!” Saurian bertubuh kecil di tengah ruangan berseru keras. Dalam sekejap ruangan itu menjadai hening total, semua pimpinan pesawat tempur terpaku diam. Ansirk yang ingin menggaruk pantat dengan lidahnya terpaksa membeku diam menahan rasa gatal itu sedapat mungkin.

“Planet di depan sana adalah sasaran penyerbuan kita. Persiapkan pesawat penjelajah dan pasukan kalian. Kita menyerang planet itu… sekarang…!” Vega 009, sosok Saurian kekar berkulit kehijauan yang hampir seukuran gajah Afrika, memberi perintah tegas.

Hampir serempak, semua Saurian pimpinan pesawat yang ada disitu menggunakan lidah untuk menekan tombol teleportal di kalung leher mereka dan lenyap… kembali ke pesawat masing-masing.

Di ruang komando pesawat tempurnya, Ansirk terus-terusan memaki dalam hati atas semua tetek bengek konyol Marxon mereka itu. “Kalau cuma mau memberi perintah sependek itu, kenapa sampai harus memanggil semua pimpinan ke pesawat induk. Disampaikan lewat monitor kenapa?! Dasar &*#)@#*%%^!#!” Begitu pikirnya.

Ansirk mengangkat kaki gemuknya, menekan satu tombol speaker hijau dan mulai bicara dengan segan, “Perhatian semua awak kapal Hix 7726!! Kita akan memulai penyerangan ke planet sasaran. Pasang senjata tempur kalian, dan mulai pengintaian!”

Leave a comment